Unggulan

Elegi Sekuntum Sekar Menjelang Kelam

Hitam kelam dalam putih awan.

Bisu rembulan sunyi tak berirama.

Separuh purnama bertemu

mencium fananya malam.


Di bawahnya,

ada yang sedang menulis surat cinta kepada Sang Maha Akhir;

ada sekuntum sekar yang sedang bernyanyi;

ada yang sedang mengucapkan selamat malam pada anestesi;

ada pula yang sedang berkelahi dengan takdir ilahi.

Mereka sibuk berelegi tentang rindu.

Tapi tak tahu apa rindu itu,

hanya mereka nikmati indah senyumnya

yang menemani mimpi panjangnya.


'tuk sekali lagi;

dalam sepi itu,

aku mendengar suara binatang menjerit.

Tak terkecuali engkau

yang berbisik dengan secarik kertas.

Bukan telinga yang mendengar,

bukan mata yang bersaksi:

bahwa hidup,

bukanlah tentang mencari sesuap nasi,

lalu terkapar di peti mati.


Hingga di detik terakhir;

Sesaat setelah lantunan suci itu berkumandang;

Aku mendengar seruan:

“Sang Rajaku, kapan semua ini berakhir?” tanyanya.

“Kapan kau siap ‘tuk mengakhirinya, hambaku?” jawab-Nya.


Dan akupun bangkit dari peristirahatan panjang itu.


(Sumbawa Besar, 3 Juli 2025)

Postingan Populer